Pages

Senin, 11 April 2016

I'm a WRITER of MY LIFE

"Setiap orang dilahirkan sebagai seorang penulis"

Kali ini saya akan membahas tentang seorang Penulis. Saya suka menulis, jujur saja. Tapi bukan berarti tulisan ini mengenai saya pribadi. Tidak, sama sekali tidak, karena yang saya ingin tuliskan di sini adalah bahasan yang umum.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa manusia itu sesungguhnya terlahir sebagai seorang penulis.

Bagaimana? Mengapa saya katakan demikian?

Kadang orang tidak pernah terpikir kalau ia bisa menulis. Orang lebih banyak berpikir bahwa menulis itu adalah suatu hobi yang hanya orang yang gemar lah yang suka. Padahal sesungguhnya tidak.
Saya, kamu, dia, atau mereka semua diciptakan sebagai seorang Penulis. Ya, penulis kehidupan namanya.

Setiap manusia dianugerahi otak untuk berpikir. Itu adalah suatu karunia besar yang Allah berikan pada manusia. Dengan pikiran itu, manusia bisa berpikir logis, merencanakan setiap apa yang dikehendakinya, membuat aturan hidup atau hal-hal lain. Dengan pikiran itu manusia diberikan kecerdasan atas ilmu yang didapat sejak dini. Dan, dengan pikiran itu manusia mampu mengambil atau memilih jalan hidupnya masing-masing a.k.a cita-cita.

Cita-cita disebut juga sebagai keinginan, tujuan, atau juga motivasi hidup.

Sewaktu kecil dulu, saya sering ditanya oleh orang-orang dewasa di sekitar saya atau malah teman sepermainan saya mengenai cita-cita saya itu. Dulu, saya bisa dengan entengnya menjawab, "Aku mau jadi ini, itu..." hampir semua profesi saya masukan kala itu, namun dulu lebih sering menyebutkan profesi Dokter karena kala itu saya hanya tahu hal itu selebihnya tidak. :')

Namun, itu dulu, saat saya masih belum mengerti benar tentang arti cita-cita itu sendiri. Dan, ketika saya beranjak lebih besar dan sudah masuk di SD kelas 4, saya pun mulai berpikir tentang cita-cita saya kelak. Kebetulan saat itu saya suka sekali menggambar, lalu saya memutuskan untuk menjadi seorang Arsitek. Lalu, suatu ketika haluan saya berubah, saya yang tadinya suka menggambar gedung dan rumah berganti menjadi suka bertani/bercocok tanam, maka saya ingin menjadi Insinyur Pertanian. Begitu cepat saya mengganti cita-cita saya, namun lagi-lagi mungkin kali itu saya masih kurang paham akan arti sebuah cita-cita.

Hal itu berlangsung cukup lama sampai saya masuk ke SMP, sampai saya berdiri di masa seragam putih-biru itu pun saya masih memiliki cita-cita yang sama seperti saat SD, yaitu; Insinyur Pertanian. Sampai suatu ketika saya menjadi murid SMA dan mendapat pelajaran tentang Ekonomi. Dari SMP sebenarnya saya tertarik dengan mata pelajaran itu karena saya suka berdagang. Ah, ingat ketika SD kelas 4 saya pernah berjualan penghapus dan alat tulis lucu di kelas. Hehe.

Dan, ketika saya mengetahui adanya mata pelajaran Akuntansi. Saya jadi penasaran tentang mata pelajaran tersebut hingga akhirnya hal itu membawa saya masuk ke jurusan Sosial. Singkatnya, karena masih memiliki rasa penasaran yang tinggi akan Akuntansi, saya pun masuk pada jurusan yang sama saat pendaftaran kuliah, di tahun 2014 lalu.

Sebenarnya, ketika saya memilih jurusan tersebut saya pikir saya masih belum paham tentang cita-cita saya sendiri. Sampai akhirnya ketika saya membuat list keinginan hidup untuk beberapa tahun ke depan, saya mulai terpikir tentang tujuan hidup saya. Saya terpikirkan akan hidup saya setelah saya lulus dari universitas bahkan rencana dekat yang akan saya lakukan untuk mencapai tujuan saya itu.

Bisa dibilang, saya (kembali) pindah haluan. Tadinya, saya yang ingin menjadi Insinyur Pertanian ini seketika berubah ingin menjadi seorang Akuntan dan kemudian berubah lagi ingin menjadi seorang Pengusaha (Entrepreneur).

Tiba-tiba saja pikiran saya terbuka untuk menjadi seorang pengusaha, hal yang mengubah pikiran saya itu adalah kegemaran saya sendiri. Selama ini memang saya tidak pernah memikirkan tentang hal yang sudah saya sukai sejak saya masih kecil, tapi tiba-tiba rekaan masa demi masa membuat saya memahami kalau selama ini saya memang lebih cocok untuk menjadi seorang Pengusaha.

Di detik kemudian pikiran saya berkelana lagi, saya pikir seorang pengusaha tentu saja harus memahami ilmu keuangan. Maka penyesalan yang tadinya mulai menghinggap ketika saya menyadari tujuan hidup saya, seketika berubah ketika saya memikirkan hal itu. Tentu saja, akan lebih baik jika pengusaha bisa memahami bahkan memiliki sistem keuangannya sendiri. Menjadi Sarjana dari jurusan Akuntansi tentu saja tak akan menjadi sia-sia nantinya. Begitulah pikiran saya, yang kemudian saya tanamkan hingga saat ini dan saya  bertekad untuk menguasai semua mata kuliah itu agar saya bisa menerapkannya di perusahaan saya nanti, inshaAllah.


DAN, hubungan dari cerita saya dengan pokok bahasan yang akan saya bahas ini adalah bahwasanya manusia adalah seorang penulis dari jalan hidupnya sendiri.

Maksud dari kalimat itu adalah, sesunggunya hanya saya, pikiran saya, dan diri saya lah yang bisa menentukan kemana saya akan pergi, menuliskan perjalan kisah saya itu di atas sebuah buku kasat mata yang diberikan Allah pada saya lalu menjadikannya sebuah cerita hidup saya nantinya.

Mungkin, kebanyakan orang tidak sadar dengan hal ini. Karena kebanyakan orang hanya menikmati arus hidupnya saja tanpa mau menentukan bahkan berjuang lebih lagi. Sebenarnya manusia hidup itu harus memiliki tujuan, karena ketika seorang manusia tidak memiliki tujuan, maka akan pergi kemana ia kemudian? Tidak tahu, pasti hanya jawaban itu yang akan bersuara.

Jika seseorang tidak memiliki tujuan hidup, maka jika diibaratkan sedang berjalan, ia pasti akan bingung untuk mencari sebuah jalan yang benar dari sebuah pertigaan jalan, berbeda halnya jika seesorang sudah memiliki tujuan hidup yang jelas, maka ia hanya terus berjalan lurus  untuk sampai pada tujuannya itu tanpa bingung lagi lebih memilih jalan yang mana.

Begitulah.

Ah, pernah dengar kalimat, "Cita-cita setinggi langit" atau "Kesuksesan terukur jika sudah berada di Puncak" ?

Rata-rata pasti orang akan menyebut cita-cita, impian, mimpi, bahkan ukuran sukses pun berada di tempat yang paling tinggi.

Tahu penyebabnya mengapa demikian?

Itu karena, orang-orang yang mengatakan hal itu sudah tahu bagaimana mencapainya. Mereka yang telah lebih dulu merasakan bagaimana rasanyaa berjalan di jalanan yang berbatu dan mendaki. Mereka paham bagaimana susahnya mencapai cita-cita itu, maka kalimat itu akhirnya diucapkan.

Tempat yang tinggi tidak mungkin memiliki jalan lurus yang menurun, yang ada hanya jalanan menanjak yang terasa begitu berat ketika diterjang.

Selayaknya pendaki gunung, mereka rela berjalan jauh dengan jalanan terjal, berbatu dan mendaki hanya untuk mencapai puncak untuk melihat keindahan alam dari atas. Sama halnya dengan mencapai cita-cita, perlu usaha, perjuangan yang keras, dan tekad yang kuat untuk bisa mencapainya. Tentu saja hal itu tidak adaa yang instan, bahkan kita harus jatuh bangun dulu untuk bisa merasakannya kemudian.

Maka itu, mulai saat ini... Tuliskan cerita panjang kita untuk mencapai tujuan kita itu! Tuliskan dengan hal-hal yang paling menyusahkan dan menyengsarakan sekalipun agar saat kita berada di puncak nanti kita bisa berbangga kalau usaha kita selama ini tidak lah sia-sia. ^^



Bawalah cita-citamu sejauh mungkin, bahkan walau sampai harus keujung dunia sekalipun. - IcaAZ





Salam semangat,
Ica.

Sabtu, 09 April 2016

Hukum Perdata, Hukum Perjanjian & Hukum Dagang


 Hukum Perdata
“Rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya." (Menurut Para Ahli)

NOTES:
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

Perjanjian
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).”

NOTES:
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a)      Perbuatan, Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b)      Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c)       Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Hukum Dagang
Keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara kepentingan perseorangan dan atau badan di bidang perdagangan.”


Contoh Kasus – Perdata :

 (Kasus Prita Mulyasari)



Prita Mulyasari, ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten. Prita dijebloskan ke penjara karena alasan pencemaran nama baik. Tali yang dipakai untuk menjerat Prita adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Isinya “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik“. Prita terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar. 
Kasus ini bermula dari email Prita yang mengeluhkan layanan unit gawat darurat Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Email ke sebuah milis itu ternyata beredar ke milis dan forum lain. Manajemen PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke beberapa milis. Mereka juga memasang iklan di koran. Tak cukup hanya merespon email, PT Sarana juga menggugat Prita, secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik. 


Analisis Kasus :

“Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.”

Asal mula hukum perdata dari kasus ini berawal dari suatu komentar mengenai pengeluhan yang dilakukan oleh seorang pasien terhadap pelayanan dari sebuah Rumah Sakit tersebut malah berbuntut panjang. Akibat adanya bantuan dari media sosial (email) yang malah membuat masalah individu ini merebak ke publik.
Prita divonis terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang isinya, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Prita dinilai telah mencemarkan nama baik dari RS tersebut akibat curhatan-nya yang dia unggah dan disebarnya via email. Dengan kemajuan teknologi yang pesat dewasa ini tentu saja membuat curhatan itu menjadi mudah tersebar di kalangan masyarakat. Hal ini tentu saja dapat menjadi tombak yang merugikan RS Omni Internasional—dimana keluhan itu ditujukan.
Pihak RS Omni Internasional yang tidak terima dengan penyudutan yang dilakukan Prita ini tentu saja langsung mengajukan tuntutan secara Perdata dan Pidana kepada Prita, yang menurutnya sudah membuatnya rugi baik secara materiil maupun immaterial. Tuduhan pencemaran nama baik akhirnya yang menjadikan Prita sebagai terdakwa.
Padahal jika dilihat dari sudut pandang Prita, sesungguhnya ia hanya menyatakan keluhannya dengan memberikan kritikan atas pelayanan tersebut namun seketika kritikan tersebut malah menjadi masalah yang besar ketika tersebar luas ke masyarakat. Tentu saja, jika di lihat dari sudut pandang RS tersebut, hal ini menjadi pencemaran nama baik untuknya. Karena dengan adanya keluhan/kritikan yang menyebar luas tersebut pasti akan membuat kepercayaan masyarakat yang menjadi pasien terhadap RS itu pun berkurang hingga pihaknya menuntut pihak Prita.
Oleh sebab itu, perlu adanya kehati-hatian dalam menggunakan sebuah media sosial apalagi di jaman canggih seperti ini. Karena masalah yang tadinya hanya berskala kecil bisa mengembang dalam skala besar jika sudah tersebar luas ke publik. Masalah Prita ini sesungguhnya hanya sebuah keluhan pribadi atas suatu pelayanan yang diberikan sebuah RS padanya, mungkin ia hanya berniat memberikan kritikan, namun kritikan itu malah berubah menjadi kasus ketika pihak yang diberikan kritik tersebut tidak terima. Apalagi, pihak tersebut telah menganggap namanya menjadi tercemar akibat adanya keluhan itu. Maka dengan ini, membuat Prita langsung dituntut secara perdata.  Dalam kasus yang memiliki sangkut paut dengan UU ITE ini, sekiranya bisa dijadikan sebuah pelajaran hidup untuk lebih hati-hati dalam menuliskan sesuatu di media sosial, lebih lagi tentang kritikan atau keluhan. Menggunakan bahasa yang baik dan bijak serta tidak terkesan menyudutkan satu pihak mungkin akan lebih baik. Tapi mungkin akan lebih baik lagi jika masalah tersebut didiskusikan bersama oleh pihak yang bersangkutan secara langsung, karena pasti akan membuat titik masalah lebi terang dan masalah tersebut tidak akan berbuntut panjang.




Sumber:
lista.staff.gunadarma.ac.id/.../Hukum+Perjanjian.pdf
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/03/dasar-dasar-hukum-dagang-di-indonesia.html
https://woelhandcute.wordpress.com/2014/05/27/kasus-prita-vs-rs-omni/


 

Template by BloggerCandy.com | Header Image by Freepik