Hukum Perdata
“Rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang
satu dengan subyek hukum yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan
perseorangan, dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk
mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya." (Menurut Para Ahli)
NOTES:
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Perjanjian
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).”
NOTES:
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a) Perbuatan, Penggunaan kata “Perbuatan”
pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata
perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat
hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b) Satu orang atau lebih terhadap satu orang
lain atau lebih, Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada
dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang
cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c) Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian
terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang
lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena
kehendaknya sendiri.
Hukum Dagang
“Keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan hukum
antara kepentingan perseorangan dan atau badan di bidang perdagangan.”
Contoh Kasus – Perdata
:
Prita Mulyasari, ibu dua anak,
mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten. Prita dijebloskan
ke penjara karena alasan pencemaran nama baik. Tali yang dipakai untuk menjerat
Prita adalah Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Isinya “Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik“. Prita terancam hukuman
penjara maksimal enam tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Kasus ini bermula dari
email Prita yang mengeluhkan layanan unit gawat darurat Omni Internasional
pada 7 Agustus 2008. Email ke sebuah milis itu ternyata beredar ke milis dan
forum lain. Manajemen PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit
itu, lalu merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke beberapa
milis. Mereka juga memasang iklan di koran. Tak cukup hanya merespon email, PT
Sarana juga menggugat Prita, secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan
pencemaran nama baik.
Analisis Kasus :
“Hukum Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu
dalam masyarakat.”
Asal mula hukum perdata dari
kasus ini berawal dari suatu komentar mengenai pengeluhan yang dilakukan oleh
seorang pasien terhadap pelayanan dari sebuah Rumah Sakit tersebut malah berbuntut
panjang. Akibat adanya bantuan dari media sosial (email) yang malah membuat masalah
individu ini merebak ke publik.
Prita divonis terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
yang isinya, “Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Prita dinilai telah mencemarkan nama
baik dari RS tersebut akibat curhatan-nya
yang dia unggah dan disebarnya via email. Dengan kemajuan teknologi yang pesat
dewasa ini tentu saja membuat curhatan itu
menjadi mudah tersebar di kalangan masyarakat. Hal ini tentu saja dapat menjadi
tombak yang merugikan RS Omni Internasional—dimana keluhan itu ditujukan.
Pihak RS Omni Internasional yang
tidak terima dengan penyudutan yang dilakukan Prita ini tentu saja langsung
mengajukan tuntutan secara Perdata dan Pidana kepada Prita, yang menurutnya sudah
membuatnya rugi baik secara materiil maupun immaterial. Tuduhan pencemaran nama
baik akhirnya yang menjadikan Prita sebagai terdakwa.
Padahal jika dilihat dari sudut
pandang Prita, sesungguhnya ia hanya menyatakan keluhannya dengan memberikan
kritikan atas pelayanan tersebut namun seketika kritikan tersebut malah menjadi
masalah yang besar ketika tersebar luas ke masyarakat. Tentu saja, jika di
lihat dari sudut pandang RS tersebut, hal ini menjadi pencemaran nama baik
untuknya. Karena dengan adanya keluhan/kritikan yang menyebar luas tersebut
pasti akan membuat kepercayaan masyarakat yang menjadi pasien terhadap RS itu
pun berkurang hingga pihaknya menuntut pihak Prita.
Oleh sebab itu, perlu adanya
kehati-hatian dalam menggunakan sebuah media sosial apalagi di jaman canggih
seperti ini. Karena masalah yang tadinya hanya berskala kecil bisa mengembang
dalam skala besar jika sudah tersebar luas ke publik. Masalah Prita ini
sesungguhnya hanya sebuah keluhan pribadi atas suatu pelayanan yang diberikan
sebuah RS padanya, mungkin ia hanya berniat memberikan kritikan, namun kritikan
itu malah berubah menjadi kasus ketika pihak yang diberikan kritik tersebut
tidak terima. Apalagi, pihak tersebut telah menganggap namanya menjadi tercemar
akibat adanya keluhan itu. Maka dengan ini, membuat Prita langsung dituntut
secara perdata. Dalam kasus yang
memiliki sangkut paut dengan UU ITE ini, sekiranya bisa dijadikan sebuah
pelajaran hidup untuk lebih hati-hati dalam menuliskan sesuatu di media sosial,
lebih lagi tentang kritikan atau keluhan. Menggunakan bahasa yang baik dan
bijak serta tidak terkesan menyudutkan satu pihak mungkin akan lebih baik. Tapi
mungkin akan lebih baik lagi jika masalah tersebut didiskusikan bersama oleh
pihak yang bersangkutan secara langsung, karena pasti akan membuat titik
masalah lebi terang dan masalah tersebut tidak akan berbuntut panjang.
Sumber:
lista.staff.gunadarma.ac.id/.../Hukum+Perjanjian.pdf
http://everythingaboutvanrush88.blogspot.co.id/2015/03/dasar-dasar-hukum-dagang-di-indonesia.html
https://woelhandcute.wordpress.com/2014/05/27/kasus-prita-vs-rs-omni/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar